MenurutImam Al Ghozali zuhud adalah memalingkan diri dari kehidupan Dunia, dan tertuju kepada Allah SWT. Sdangkan menurut Ibnu Taimiyah, Zuhud adalah 'meninggalkan apa yang tidak bermanfaat, demi kehidupan Akhirat'. Atau mengatur kadar kecintaan kita terhadap kehidupan Dunia, agar dapat menjadikan Akhirat sebagai tujuan hidup utama.
Liputan6Update: Asean Para Games 2022, Indonesia Urutan Pertama. Sial bagi Pogba, ternyata cedera yang ia alami cukup parah. Dia mengalami luka pada meniskus lututnya dan harus istirahat panjang. Bahkan, ia juga terancam tidak dapat membela Prancis di Piala Dunia 2022 Qatar. Pasalnya, operasi lutut diikuti dengan proses pemulihan yang memakan
Zuhuditu amal hati. Belajar zuhud berarti mengendalikan suasana hati meniru kondisi manusia zuhud di masa silam ada 3 hal yang bisa kita suasanakan, Pertama, hendaknya seorang hamba lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah, dari pada apa yang ada di tangannya. Allah menjanjikan kebaikan dunia akhirat bagi mereka yang bertaqwa kepada-Nya.
Sebuahlubang peluru bundar di dadanya Puisi Untuk Sekolahku Puisi sederhana ini untukmu Ku persembahkan untuk sekolahku Tempat sederhana di mana aku belajar mungkin, adikku, kerana itu kita begitu terdesak untuk setiap apa yang kita susun dari seawal remaja Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi
. Terkadang hati dan iman kita sedang lemah, kita bisa jadi timbul rasa iri, mereka bisa segera meraih kenikmatan dunia, sedangkan kita terkadang sibuk denganmenuntut ilmu dan dakwah sehingga dunia tidak banyak kita dapat. Maka kita ajaklah mereka berlomba-lomba dengan akhirat misalnya -ketika mendengar teman sudah bisa punya rumah dengan membayar KPR maka kita katakan, kita juga sedang membangun rumah disurga dengan memakmurkan masjid dan amalan lainnya. -ketika mendengar anak tetangga lancar les bahasa inggris, maka kita katakan, anak kita sudah lancar bahasa Arab . -ketika mendengar teman sudah kulias S2 atau S3 di Amerika dan Eropa maka kita katakan, saya sudah menghapal sekian juz Al-Quran dan berpuluh-puluh hadits. Al Hasan Al Bashri mengatakan, إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة “Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.” Wahib bin Al Warid mengatakan, إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل “Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.” Sebagian salaf mengatakan, لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك “Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.”[1] Jangan sering melihat kenikmatan orang lain dan lupa nikmat sendiri Janganlah kita sebagaimana orang yang melihat bagaimana kemegahan Qarun dan ingin menjadi seperti Qarun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ “Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia “Moga-moga kiranya kita ini mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Al-Qashash 79 Inilah perkatan orang-orang yang cenderung terhadap dunia saja. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, فلما رآه من يريد الحياة الدنيا ويميل إلى زخرفها وزينتها، تمنوا أن لو كان لهم مثل الذي أعطي “Tatkala qorun dilihat oleh mereka yang mengingikan kehidupan dunia dan cenderung kepada gemerlap dan perhiasannya maka mereka berangan-angan seandainya mereka sebagaimana Qarun diberi kenikmatan.”[2] Dan kita diperintahkan agar jangan terlalu silau dan terpana dengan kenikmatan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Rabb-mu adalah lebih baik dan lebih kekal. “ Thaha 131 Melihat kenikmatan orang lain dan membanding-bandingkan dengan kita hanyalah membawa kesedihan dan menambah duka saja. Al-Baghawi rahimahullah berkata, قال أبي بن كعب من لم يعتز بعز الله تقطعت نفسه حسرات، ومن يتبع بصره فيما في أيدي الناس طال حزنه “Berkata Ubay bin Ka’ab Barangsiapa yang tidak merasa mulia dengan kemulian dari Allah akanmemutuskan dirinya sendiri dalam kerugian. Barangsiapa yang mengikuti pandangannya terhadap apa yang ada ditangan manusia maka akan semakin bertambah kesedihannya.”[3] NOTE bukan berarti kita tidak boleh mengejar dunia, tapi kejar dunia untuk orientasi dan tujuan akhirat “Dunia di genggaman, akhirat tetap di hati” Gedung Radiopoetro, FK UGM, Yogyakarta Tercinta Penyusun Raehanul Bahraen Artikel silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter [1] Latha’if Al-Ma’arif Ibnu Rajab, hal. 244, Dar Ibnu Hazm, cet. I, 1424 H, syamilah [2] Tafsir Ibnu Katsir 6/255, Dar Thayyibah, cet. II, 1420 H, syamilah [3] Tafsir Al-Baghawi 3/281, Dar Ihya’ At-Turats, Beirut, cet. I, 1420 H, syamilah
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, wa ba’du, Dunia hanya di tangan, tidak di hati Seperti itulah dunia di mata para sahabat… sehingga mereka menjadi manusia yang paling zuhud, mekipun mereka memiliki kekayaan yang sangat banyak. Ibnul Qoyim mengatakan, والأصل هو قطع علائق الباطن ، فمتى قطعها لم تضره علائق الظاهر ، فمتى كان المال في يدك وليس في قلبك لم يضرك ولو كثر ، ومتى كان في قلبك ضرك ولو لم يكن في يدك منه شيء Prinsipnya adalah memutus hubungan dengan batin. Ketika orang telah berhasil memutusnya, kondisi lahiriyah tidak akan mempengaruhinya. Sehingga selama harta itu hanya ada di tanganmu, dan tidak sampai ke hatimu, maka harta itu tidak akan memberikan pengaruh kepadamu, meskipun banyak. Dan jika harta itu bersemayam di hatimu, maka dia akan membahayakan dirimu, meskipun di tanganmu tidak ada harta sedikitpun. Madarijus Salikin, hlm. 465. Ibnul Qoyim menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad, Ada orang yang bertanya kepada Imam Ahmad, أيكون الرجل زاهدا ، ومعه ألف دينار؟ Apakah seseorang bisa menjadi zuhud, sementara dia memiliki 1000 dinar? Jawab beliau, نعم على شريطة ألا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت ، ولهذا كان الصحابة أزهد الأمة مع ما بأيديهم من الأموال Betul, dengan syarat, dia tidak merasa bangga ketika hartanya bertambah dan tidak sedih ketika hartanya berkurang. Karena itulah, para sahabat menjadi generasi paling zuhud, meskipun mereka memiliki banyak harta. Pertanyaan semisal juga pernah disampaikan kepada Sufyan at-Tsauri, أيكون ذو المال زاهدا ؟ Apakah orang yang kaya bisa menjadi zuhud? Jawab Imam Sufyan, نعم؛ إن كان إذا زيد في ماله شكر ، وإن نقص شكر وصبر Betul, jika dia bisa menjadi orang yang apabila hartanya bertambah, dia bersyukur, dan jika hartanya berkurang, dia tetap bersyukur dan bersabar. Madarij Salikin, hlm. 466. Ibnul Qoyim melanjutkan, Memutus hubungan agar dunia tidak berada di hatinya, akan semakin terpuji apabila itu dilakukan karena 2 alasan, [1] Karena kekhawatiran itu bisa membahayakan agamanya. [2] Ketika dia merasa tidak ada maslahat besar di sana. Dunia yang Kita Butuhkan, Layaknya Toilet Semua orang butuh toilet… butuh tempat buang air.. namun tidak ada orang yang mencintai toilet. Mereka hanya akan menggunakannya ketika mereka butuh, tanpa harus mencintainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ثم ينبغي له أن يأخذ المال بسخاوة نفس؛ ليبارك له فيه، ولا يأخذه بإشراف وهلع؛ بل يكون المال عنده بمنزلة الخلاء الذي يحتاج إليه من غير أن يكون له في القلب مكانة Hendaknya orang itu mengambil harta dengan jiwa yang tidak bernafsu, agar hartanya diberkahi. Dan tidak mengambilnya dengan menggebu-gebu dan perasaan takut kurang. Namun harta di sisinya seperti toilet, yang dia butuhkan, tanpa ada posisi sedikitpun di dalam hatinya. Az-Zuhd wal Wara’, Syaikhul Islam, hlm. 75 Belajar Zuhud Terhadap Dunia… Zuhud itu amal hati. Belajar zuhud berarti mengendalikan suasana hati meniru kondisi manusia zuhud di masa silam… ada 3 hal yang bisa kita suasanakan, Pertama, hendaknya seorang hamba lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah, dari pada apa yang ada di tangannya. Allah menjanjikan kebaikan dunia akhirat bagi mereka yang bertaqwa kepada-Nya. Sehingga ketika dia melihat dunia, dia tidak silau dan memandang janji Allah lebih hebat dibandingkan yang dia lihat… Ketika Nabi Sulaiman alaihis shalatu was salam menerima hadiah dari ratu Saba’, berupa harta yang sangat banyak, beliau sama sekali tidak terheran, dan beliau mengatakan, قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آَتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آَتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ Sulaiman berkata, Apakah kalian akan menyogokku dengan harta, padahal apa yang diberikan Allah kepadaku, lebih baik dibandingkan apa yang kalian berikan. Namun kalian merasa bangga dengan hadiah kalian.’ QS. an-Naml 36. Sufyan bin Uyainah bercerita, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pernah menemui Salim bin Abdullah bin Umar. Hisyam menawarkan, “Wahai tuan Salim, silahkan minta kepadaku apa yang anda butuhkan.” Jawab Salim, إِنِّي أَسْتَحِي مِنَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْ أَسْأَلَ فِي بَيْتِ اللَّهِ غَيْرَ اللَّهِ “Aku malu kepada Allah Ta’ala, untuk meminta di rumah-Nya kepada selain Allah.” Lalu Salim keluar dari masjid dan diikuti oleh Hisyam. Kata Hisyam, الآنَ قَدْ خَرَجْتَ فَسَلْنِي حَاجَةً “Sekarang anda sudah di luar baitullah. Silahkan minta kebutuhan anda kepadaku..” Tanya Salim, مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا أَمْ مِنْ حَوَائِجِ الآخِرَةِ ؟ “Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?” “Kabutuhan dunia.” Jawab Hisyam. Jawab Salim, أَمَا وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُ الدُّنْيَا مَنْ يَمْلِكُهَا فَكَيْفَ أَسْأَلُ مَنْ لا يَمْلِكُهَا “Demi Allah, aku tidak ingin meminta dunia kepada Dzat yang memilikinya, lalu bagaimana mungkin aku memintanya kepada orang yang tidak memilikinya?” Masyikhah Ibn Jamaah Ini bisa dilakukan dengan membangun keyakinan mendalam tentang bagaimana Allah memberikan rizki kepada para hamba-Nya, serta janji besar yang Allah berikan kepada para hamba-Nya yang bertaqwa. Kedua, hendaknya seorang hamba berusaha bersabar ketika mendapat musibah yang mengurangi hartanya atau peluang bisnisnya, dst. Dia mengharap kepada Allah dari musibah yang dia alami. Sehingga berkurangya sebagian dunianya, sama sekali tidak merasa kehilangan. Bagi dia, hartanya bertambah atau berkurang, itu sama saja… Ketika para sahabat berhijrah ke Madinah, meninggalkan kota Mekah, diantara tantangan yang harus mereka hadapi adalah mereka harus siap jadi miskin. Disamping mereka tidak mungkin membawa banyak harta, orang musyrikin Quraisy tidak rela ketika kaum muslimin pergi meninggalkan Mekah dengan membawa banyak hartanya. Tapi bagi para sahabat, itu konsekuensi membela iman… meskipun harus menerima kerugian dunia. Ketiga, bagi dia, orang yang memuji maupun yang mencela dirinya adalah sama, selama dia di atas kebenaran. Ini menunjukkan, dia tidak mencintai dunia. Karena karakter pecinta dunia, dia senang dipuji, dan berat jika dicela. Yang ini bisa menjadi pemicu baginya untuk melanggar larangan Allah karena khawatir dicela. Atau melakukan maksiat, dengan harapan bisa mendapatkan perhatian dari manusia. Ketika orang yang memuji dan mencela sama di hadapannya, berarti dia tidak mempedulikan apa komentar makhluk. Hatinya dipenuhi dengan mencintai Allah, dan berjuang menggapai ridha-Nya, apapun komentar manusia kepadanya. Dikutip dari buku Hakadza Kana as-Shalihun, Khalid Husainan, hlm. 46-47 Allahu a’lam didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia. Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 REKENING DONASI BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 YAYASAN YUFID NETWORK KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
Oleh Ummu Afif aktivis muslimah di Malang Raya"Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu dan kematian di pelupuk matamu" Imam Syafi'iNasihat ini mengingatkan kita untuk membuat prioritas yang tepat. Masing-masing urusan hendaklah dilakukan sesuai dengan kepentingannya. Mana diantara semua urusan yang akan membawa dampak sementara, dan mana yang akibatnya berlangsung selamanya. Pada setiap perbuatan yang dilakukan, haruslah dipikir dengan baik dengan sungguh-sungguh memperhatikan segala dunia ibaratnya hanya sekejap mata. Ia akan punah bila tiba masanya. Seperti halnya manusia tidak ada yang hidup abadi. Ia akan mati dan dikubur dalam tanah. Kembali pada Sang Pencipta. Setelah kematian, memang urusan manusia di dunia telah selesai, tidak bisa lagi mencampuri mereka yang masih hidup. Namun, tidak lantas berhenti tanpa ada kelanjutannya. Ada kehidupan baru setelah kematian, yakni akhirat. Dan inilah kehidupan yang kekal dari itu, bijaklah dalam mengambil sikap selama di dunia. Berhati-hati dalam berbuat merupakan pilihan yang cerdas. Karena setiap perbuatan di dunia akan menentukan kehidupan di akhirat perlu terpukau dengan kehidupan dunia. Kilaunya memang begitu menggoda untuk dimiliki. Tidak menafikan bahwa manusia membutuhkan apa yang dunia sediakan. Selayaknya manusia hidup membutuhkan materi. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan adalah dasar bagi setiap manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Harus dicukupi. Tidak ingin memiliki banyak harta, tahta, dan cinta sebagai wujud manusiawinya. Itu wajar. Terlebih di saat dunia menawarkan begitu banyak pesonanya. Seolah menarik-narik untuk mengambil semuanya. Ambillah dunia hanya secukupnya saja. Sekadar untuk menegakkan punggung agar bisa terus beribadah kepadaNya. Jangan sampai kita terlalu fokus pada dunia hingga melupakan kehidupan yang kekal di sana nanti. Hilangkan anggapan bahwa dunia segala-galanya, betapapun ia amat menggiurkan. Semua yang ada di dunia hanyalah sementara, akan binasa dunia menghampiri, jangan menolaknya. Pun jika dunia pergi jangan terlalu merana. Sebagaimana kita mengenggam sesuatu di tangan. Setiap saat bisa terlepas. Tak perlu bersedih bila apa yang sekarang ada dalam dekapan kita, hilang atau beralih kepada yang lainnya. Karena sejatinya bukanlah kita yang berkuasa memiliki untuk adalah tempat manusia menanam amal dan akhirat menjadi tempat memanen atas semua yang telah dilakukan. Menjadikan dunia sebagai tempat untuk mencari bekal sebanyak mungkin merupakan sesuatu yang harus selalu dalam ingatan. Berbagai kenikmatan yang didapat di dunia hendaknya menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah. Mensyukuri nikmat dunia dengan memacu diri kita untuk semakin taat pada Sang Khaliq. Firman Allah dalam Al-Qashash 77“Dan carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia…”Seindah apapun dunia tetaplah bahwa manusia bagaikan seorang musafir yang berteduh di bawah pohon. Beristirahat sejenak, kemudian pergi meninggalkanya. Dan selanjutnya kembali ke kampung akhirat. Senyaman apapun dunia, ingatlah bahwa itu tak berlangsung selamanya. Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Sebagus apapun jembatan, adakah yang mau menempatinya? Jembatan tempat berlalu-lalangnya orang. Di situlah hilir mudik beragam manusia dengan segala problemanya. Tak ada privasi. Sungguh tak nyaman, bila memiliki rumah semacam itu. Karena itu, amat tak layak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal yang kekal. Dan yang tepat adalah kita jadikan dunia sebagai sarana dalam menempuh apapun dunia, manusia akan jadi orang asing di dalamnya. Tak berhak mengakui sebagai pemiliknya. Semua yang di sana, bukanlah kepunyaan manusia. Karena apa yang ada di dunia, termasuk manusia itu sendiri, adalah berasal dari Allah dan hanya kepadaNya pula manusia kembali. Seindah apapun dunia tetaplah lebih jelek daripada bangkai anak kambing yang cacat. Dan ia tak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk. Karena itulah, jangan terlalu cinta dan kagum pada dunia, sehingga melupakan Akhirat yang Allah dalam Al-An'am 32 yang Artinya “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri Akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang- orang yang bertakwa. Tidaklah kamu mengerti?”Kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Janganlah terperdaya dengan berbagai kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat berupa ketaatan dan hal-hal yang membantunya. Bagi mereka yang bertakwa, maka surga jauh lebih baik dibanding dunia fana. Karena di surga terdapat apa yang mereka inginkan dan kenikmatan apapun serta penuh dengan kegembiraan. Dan itu semua kekal adalah pasti. Dalam setiap detik, menit, jam, hari semua dalam perjalanan menuju kematian. Yang mana, tak seorang pun yang tahu kapan ajal datang. Karena itulah persiapkan diri kita sebaik mungkin menuju sesuatu yang kekal selamanya kelak. Berletih-letihlah untuk urusan akhirat kita, agar tidak menyesal di kemudian mengapa para Rosul, sahabat, ulama menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu dan mengajarkanya? Mengapa para Mujahid begitu gembira dengan seruan jihad, bahkan menyambut kematian?Jawabanya adalah karena menjadikan akhirat dalam hatinya. Akhirat-lah yang menjadi fokus. Di sana adalah tempat tinggal yang saatnya manusia sadar dan berbenah. Mengupayakan dengan dakwah amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Agar kita punya hujah di hadapan Allah ketika sudah kembali di alam bish-shawab.
Oleh M. Rasyid Nur ADA pesan Imam Syafii, ulama terkenal, satu di antara empat mazhab agama Islam yang ada. Dia berpesan begini, "Jadikanlah akhirat di hatimu, dunia di tanganmu dan kematian di pelupuk matamu." Subhanallah. Akhirat, dunia dan kematian, tiga hal yang diingatkannya dalam satu kali pesan. Ketiga hal itu pasti akan ada dan diyakini akan ditemui oleh setiap manusia beriman. Tidak ada diantara kita yang -beriman- tak yakin akan kedatangan ketiga hal itu. Jadikan akhirat di hati, artinya keyakinan akan kehidupan abadi di akhirat hendaklah ada senantiasa di hati kita. Tidak cukup di pikiran dan perasaan saja. Lalu, jadikan dunia di tanganmu, artinya urusan dunia sebagai jembatan ke akhirat itu hendaklah berada di tangan. Maksudnya itulah yang saat ini dikerjakan. Sementara kematian yang setiap orang tidak akan pernah tahu kapan datangnya haruslah diletakkan di pelupuk mata. Artinya kematian itu diyakini begitu dekatnya dengan kita. Jangan sampai lalai karena tidak tahunya tanggal dan hari kematian. Jika dia serasa berada di pelupuk mata, artinya kita persis dalam posisi begitu dekat. Bisa hanya sekerdip mata saja datangnya. Jika akhirat sudah bersemayam di hati maka setiap tindak-tanduk yang dilakukan sebagai aplikasi kehidupan di dunia ini akan selalu terkaitkan dengan akhirat itu. Karena akhirat adalah hari pembalasan atas apa yang dilakukan di dunia, maka kita tidak ingin pembalasan itu berupa azab dikarenakan tindak-tanduk kita yang melawan ketaatan. Dapat dipastikan, jika semangat akhirat sudah tersimpan dengan baik di hati kita otomatis kehidupan dunia kita pun aka menjadi baik. Akan halnya nasihat kematian yang akan menimpa semua makhluk hidup seperti kita kapan dan dimanapun jua, sudah tepatlah jika dia seolah diletakkan di atas pelupuk mata. Artinya setiap kerdip mata, setiap seepat itu manusia bisa saja mengalami kematian. Jangan bayangkan kematian itu akan datang per tahun atau per bulan. Bahkan jarak per jam dan per detik pun itu terlalu lama. Karena ternyata setiap kerdip mata bisa saja kematian menimpa kita. Makanya, dikatakan, letakkan kematian di pelupuk mata. Hidup sesudah mati itulah sesungguhnya titik akhir yang akan menjadi tujuan semua orang. Dunia dan kehidupan yang ada di dalamnya adalah prosesi perjalanan dari semua perbuatan yang hasil balasan akan diterima nanti. Orang beriman akan tetap berperinsip bahwa sekarang -di dunia- bekerja dan nanti -di akhirat- menerima hasilnya.*** Tulisan yang sama di SHARE THIS Author M. Rasyid Nur M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS 2017 dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan Facebook Comment
dunia di genggaman akhirat di hati